Senin, 28 Mei 2018

ASAL USUL NAMA KALI MOLEK



Sudah menjadi adat budaya masyarakat Jawa bahwa untuk mengenali sesuatu misalnya : nama sungai, nama tempat dll, masyarakat akan menandainya dengan suatu nama yang sesuai dengan keadaan nyata yang tergolong luar biasa dan langka yang berada di tempat itu sehingga selalu menjadi ingatan masyarakat. Sebut saja misalnya nama Kali Petung [huruf e dibaca seperti kata e pada kata terbit], karena dahulu kala di sepanjang kali ini banyak ditumbuhi bambu Petung, yaitu jenis bambu yang batangnya besar dan tinggi, sehingga kali itu dinamai Kali Petung.
(Peta Kota Kepanjen Jaman BelandaDalam Peta Kota Kepanjen yang dibuat pada jaman Kolonial Belanda, nama-nama sungai yang melintas di kota Kepanjen terpampang dengan jelas, yaitu : Kali Brantas, Kali Soember Petung, Kali Soekoen, Kali Metro. Sedangkan Sungai Molek sama sekali tidak disebut di Peta itu, pada hal gambar sungai itu terpampang dengan jelas pada peta tersebut. Waktu itu Sungai Molek disebut sebagai Saluran Irigasi Teknis Daerah Aliran Sungai Brantas, pada Bor papan Kantor Pengairan pun disebut "Kantor Cabang Seksi Pengairan Brantas Kepanjen". Meskipun kantor resmi Pengairan tidak menyebut Sungai Molek, namun sudah sejak lama masyarakat menyebutnya Sungai Molek.  Sungai ini adalah sungai buatan yang diambil dari Sudetan Kali Brantas dengan cara di bendung dan airnya dimanfaatkan menjadi saluran irigasi teknis untuk mengairi sawah (lahan pertanian). Tempat bendungan itu disebut "Dam Blobo". Pada Dam Blobo inilah permulaan aliran Kali Brantas dimanfaatkan untuk hal yang Produktif. 
Ada dua cerita asal mula nama sungai Molek :
Pertama : Ada berita dari seseorang yang berasal dari Dusun Sanggrahan Desa Panggungrejo Kecamatan Kepanjen menyebut bahwa nama Molek itu berasal dari hal berikut ini. Pada saat ritual selamatan awal mengalirnya Kali Molek harus menyembelih Sapi Molek, yaitu Sapi yang tidurnya telentang seperti tidurnya manusia, hal ini tentu sangat langka tetapi konon Sapi Molek itu memang ada, dan inilah yang menjadikan ritual selamatan itu dianggap sangat luar biasa sehingga sungai itu diberi nama Molek. Tetapi cerita ini tak pernah didengar atau dikenal oleh warga Penarukan yang nota bene sehari-harinya hidup di sekitar kali Molek, sehingga cerita ini sangat asing bagi warga Desa Penarukan.
Kedua : Cerita yang digali dari masyarakat Desa Penarukan yang sehari hari banyak beraktifitas (keceh) di Sungai Molek. Pada awal saluran Irigasi ini dialirkan, diadakanlah ritual tradisional yaitu selamatan dan siang pesta Tandaan sedangkan malamnya pagelaran Wayang Kulit semalam suntuk, letak pesta ditempatkan di jalan raya sebelah Dam Penarukan. Di samping ingin melihat pestanya, yang paling menarik bagi warga adalah ingin menyaksikan saluran irigasi teknis yang untuk pertama kalinya dialirkan[1]. Banyak warga yang terpesona dan takjub melihat bangunan sungai yang tertata rapi dan begitu indah apalagi saat melihat Dam[2] (Grojokan) Penarukan, mereka terkagum-kagum, karena baru pertama melihat aliran air yang berputar-putar (dalam bahasa Jawa disebut Mulek). Banyak orang-orang berdiri mengelilingi Dam itu untuk melihat indahnya pusaran air irigasi yang baru pertama kali dilihatnya. Airnya jernih menggoda setiap orang untuk merasakan kesegerannya.
Pada badan sungai itu terdapat beberapa bangunan Babakan[3]. Saat itu banyak orang-orang yang menuruni tangga babakan mencoba cuci kaki, cuci tangan, cuci muka, sampai ada beberapa Teklek (Bangkiak) yang hanyut ke sungai akhirnya masuk ke grojogan dan di situ hanyut berputar putar (mulek) sehingga menjadi pusat arah pandangan mata orang-orang yang melihat lihat di Grojokan itu, hanyutnya teklek itu menjadi suatu pemandangan yang lucu, teklek berputar putar terbawa aliran arus seperti berkejar-kejaran.
Melalui proses alami yang panjang dalam penyebutan lisan, warga Penarukan terbiasa menyebut saluran irigasi ini dengan sebutan Kali Mulek. Begitu juga Dam Penarukan itu disebutnya Grojokan ada pula yang menyebut ulek-ulekan
Berubahnya sebutan kali Mulek menjadi kali Molek melalui proses sebagai berikut :
Pada peresmian Saluran Irigasi DAS Brantas pertama kali difungsikan (tahun 1903), pada tahun itu juga secara kebetulan bersamaan dengan Pemerintah Kolonial Belanda memberlakukan bahasa melayu sebagai bahasa penghubung dalam wilayah Pemerintah Kolonial Belanda yang dikenal dengan ejaan Van Ophuysen(1901-1947). Salah satu ciri-ciri ejaan ini adalah: Huruf OE dibaca U, sehingga untuk menulis kata "dulu"  ditulis doeloe, akoe, Repoeblik, Soekarno, begitu juga untuk menulis Mulek  ditulis Moelek.
Pada tahun 1947 (di era republik) ejaan Van Ophuysen diganti dengan ejaan Soewandi . Pada ejaan soewandi ini tanda diakritis yaitu pembeda huruf vocal tengah ditiadakan e ’pepet’ disamakan dengan e ‘taling’,  akibatnya sangat mempengaruhi (membuat rancu) dialek yang terpapar dengan pengaruh kedaerahan, misalnya orang Ambon akan kesulitan dalam mengeja tulisan Dawet tetapi malah dieja (seperti mengeja tulisan e pada bebek). Bisa juga seseorang yang sama sekali belum mengenal suatu nama Desa, misalnya Desa ‘Krebet’ dalam mengeja huruf e yang benar seperti membaca huruf e pada tulisan Bebek. Tetapi bagi orang yang belum kenal desa itu bisa jadi orang itu mengeja huruf e seperti mengeja huruf e pada tulisan terbang. Demikian halnya pada nama Kali Moelek (Mulek), perubahan nama itu terjadi oleh kebiasaan lesan sebagai akibat perubahan ejaan. Orang luar wilayah yang jauh dari aliran Sungai Moelek akan berbeda beda dalam mengeja huruf e pada Moelek yang akhirnya terjadi pergeseran ejaan menjadi Molek yang dalam bahasa Indonesia Molek dapat diartikan cantik / indah / menawan. Dan karena arti molek ini juga sesuai dengan keadaan bangunan Saluran Irigasi ini, dalam laporan kedinasanpun pada akhirnya disebutkan dengan nama MOLEK. Demikianlah awal mula nama Sungai Molek. Singkat cerita pada awal diresmikan penggunaannya (1901) hingga 1947 bernama Sungai Moelek (Mulek), dan setelahnya hingga saat ini disebut Sungai Molek.  (penjelasannya sedikit agak Mulek, karena penulis yang asli anak kelahiran pinggir kali Molek ini ingin menjelaskan secara ilmiah)
Sejarah Nama pecahan anak Sungai Molek di Penarukan dan Kepanjen.
1.    Kali Sekudi
Ada juga yang menyebut Kali Den Sri. Sungai ini adalah Saluran skundair pecahan/sempalan/cabang dari Induk Sungai Molek. Berada di kelurahan Penarukan. Berukuran panjang sekitar 200 meter dan lebar sekitar 3 meter. Pada badan/tanggul saluran terdapat tiga buah Babakan yang diperuntukan bagi warga sekitar guna aktifitas mandi/cuci.Disebut dengan nama Kali Sekudi karena saluran skunder itu melewati samping rumah seorang Wedono Sapudi (sebuah pulau di dekat Madura) sehingga warga sekitar sungai itu menyebutnya dengan nama Kali Sekudi (ada sedikit pergeseran dalam penyebutan lesan dari Sapudi menjadi Sekudi), sedangkan Den Sri adalah nama isteri Wedono Sapudi bernama Raden Ayu Sri Rukmini (disingkat Den Sri). 
2.    Kali Sawah
Ini adalah saluran tersier pecahan/sempalan dari kali Sekudi, yang pecah menjadi tiga saluran, yaitu :
a.    Dam siji mili Ngulon
     Dam ini hanya terdiri satu pintu air, bak bangunan Dam agak dalam sedangkan pintu airnya agak tinggi sehingga air mengalir ke bak bangunan dam ini seperti air terjun dengan ketinggian sekitar satu meter. Suara air terjun di Dam ini bergemuruh (gemrujug) sepanjang hari. Tak jarang beberapa anak mandi di Dam ini untuk mendapatkan sensasi tersendiri dengan menerobos dibawah air terjun dan berdiri dengan sekuat tenaga menahan derasnya terpaan air grojokan lalu menjatuhkan diri menghanyut ke dalam arus air. Begitu berulang ulang sambil bercanda ria dengan teman-temannya. Dahulu kala derasnya terjangan air terjun grojokan ini untuk terapi pijat air dengan cara membiarkan badannya menadahi derasnya terjangan air. Terapi pijat air ini sangat bermanfaat untuk memperlancar peredaran darah, menguatkan saraf dan menjadikan otot tubuh menjadi kuat dan kekar.  Yang lebih penting konon dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit dan yang sangat sensasional dari terapi pijat air ini dapat membuat kejantanan pria dewasa lebih perkasa. 
     Keuniknya lain dari grojokan ini adalah: " menjadi air terjun buatan terendah di dunia yang kini telah berumur lebih dari 100 tahun ". Aliran air Dam siji mili ngulon ini mengalir sampai depan Pegadaian Kepanjen lalu mengarah keselatan bersebelahan dengan jalan Panji hingga Kantor Perikanan Kepanjen.
  
b.    Dam siji mili Ngidul
Dam ini menjadi favorit tempat mandi bagi anak-anak maupun dewasa. Bentuk bak dam nya sangat nyaman untuk berendam, aliran airnya sedang sedang saja tak begitu deras. Ditempat ini setiap hari tak pernah sepi dari orang dewasa maupun anak-anak untuk mandi, terutama anak-anak bila mandi ditempat ini bisa berjam-jam (gak mentas-mentas) bagai mandi di pemandian umum. Hampir semua anak laki-laki usia SD di Penarukan pernah mandi ditempat ini, bahkan banyak pula anak-anak dari luar desa Penarukan jauh-jauh sengaja datang ke tempat ini untuk mandi beramai ramai. Aliran air dari Dam ini menuju hamparan sawah Penarukan melalui saluran tersier dan kuarter yang membagi air dengan merata mengairi petak-petak sawah di blok masing-masing.
c.    Dam loro mili Ngetan
Dam ini agak sedikit lebih luas dibanding kedua dam yang sebelahnya. Terdapat dua pintu air, aliran airnya agak deras. Di depan pintu air terdapat tempat pijakan yang agak tinggi. Biasanya untuk bermain anak-anak usia SD mandi jumpritan, lakon-lakonan, yaitu yang dapat bertahan berdiri di pijakan itu dia yang jadi lakonnya, sementara anak yang lain berupaya menjatuhkan dari pijakan itu dan berupaya merebut tempat pijakan itu. Biasanya pihak yang akan dijatuhkan berupaya mempertahanan diri atau sengaja menyerah dengan membenamkan lawan ke dalam air (ndelebne), yang dapat ndelebno lawan yang dianggap menang. Seru sekali permainan ini hingga anak-anak bisa bertahan berjam-jam bermain mandi ditempat ini. Kelanjutan aliran air di Dam ini melalui saluran yang lebarnya sekitar 3 meter sepanjang lebih kurang 400 meter. Kedalam airnya selutut orang dewasa. Di saluran ini sering digunakan anak-anak balita mandi terkadang menggunakan pelampung. Riuh dan ramai sekali anak-anak balita yang mandi dan mengapung-apung di kali ini.  Aliran air dari Dam ini untuk memenuhi kebutuhan air di sawah Pedukuhan Ketanen dan Kedung Pedaringan.
3.    Kali Pak (dibaca Pag)
Adalah saluran skundeir dari induk Sungai Molek sepanjang sekitar 100 meter dengan lebar sekitar 3 meter. Lokasinya berada di belakang SDN 02 Kepanjen [4] Terletak di sebelah selatan induk sungai Molek. Letaknya berjajar/bersebelahan tetapi mengalirnya berlawanan arah dengan saluran induknya. Dam di sungai ini menjadi tempat mandi yang ramai dari anak-anak usia SD dari berbagai tempat sekitar Desa Kepanjen, bahkan yang memberi julukan dengan nama Kali Pak adalah anak anak tersebut. Rupanya nama kali Pak itu diambil dari tulisan prasasti yang terdapat pada Dam kali Pak tersebut, dalam prasasti disitu tertera tulisan Vak V. (Vak adalah bahasa Belanda, dalam bahasa Indonesia berarti "Kotak") 
4.    Kali Kucur
Kali kucur adalah Dam dengan ketinggian lebih kurang 8 meter, airnya mengucur deras bagai air terjun, adalah terusan dari kali Pak. Di kiri kanan tempat jatuhnya kucuran air terdapat Dam dan Babakan memanjang yang dulu digunakan ibu-ibu dan gadis untuk cuci-cuci dan mandi. Banyak juga anak-anak usia SD yang mandi disitu. Dam Kali Kucur ini dulunya adalah bagian dari pabrik penggilingan Beras di masa Kolonial Belanda. Dam Kali Kucur ini dirancang untuk menggerakan mesin penggilingan Padi dengan tenaga kincir air. Letak Pabrik penggilingan Padi itu berada di Kampung Baru yang kini telah berubah menjadi perkampungan penduduk.   
5.    Kali Gempol
Kali Gempol adalah kelanjutan dari aliran Kali Kucur. Kali ini letaknya agak curam, lebar kali 5 meter dan panjangnya sekitar 1000 meter, airnya mengalir menuju ke arah selatan mengairi persawahan daerah sanggrahan, Panggungrejo dan Mangunrejo. Disebut kali Gempol karena di tepian kali itu banyak terdapat tanaman Gempol, jenis tanaman perdu yang tahan hidup bertahun, biasa digunakan petani pemilik sawah untuk menandai tapal batas sawahnya.
6.    Kali Jeding
Sebenarnya adalah Dam pembagi air ke blok persawahan. Karena bentuknya seperti Jeding (segi empat) maka orang-orang sekitar jedingan itu menyebutnya dengan nama kali Jeding. Tempatnya yang enak untuk mandi dan berendam, bila berendam ditempat ini bagaikan berendam di dalam bak mandi, rasanya sejuk segar airnya tenang tapi mengalir, oleh karena itu dahulu tempat ini menjadi tujuan anak-anak maupun orang dewasa untuk mandi dan berendam.
Demikian cerita asal usul nama Kali Molek dan nama-nama anak sungai Molek yang ada di Penarukan dan Kepanjen. Semoga bermanfaat untuk mengobati rasa keingintahuan anda tentang asal usul nama Kali Molek.

Penarukan, 28 Mei 2018
Hery  Wahyudi
(anak Kali Molek)



[1] Kebiasaan warga menyaksikan aliran air yang mengalir setelah saluran dimatikan tetap berlangsung hingga kini, anak-anak sambil berdendang ­  loo kaline tekoo, loo kaline tekoo, loo kaline tekoo” tampak diwajahnya menunjukan kegirangan karena air sungai yang sangat ditunggu-tunggu warga untuk mandi, cuci telah mengalir kembali.

[2] Orang orang Penarukan menyebut Dam itu dengan sebutan Grojogan sebutan itu disesuaikan dengan suara aliran air di Dam itu yang gemrojog tak pernah ada hentinya.
[3] Babakan yang memang disediakan untuk warga dalam aktifitas kegiatan sehari hari misalnya kebutuhan mandi, cuci, bahkan untuk buang air.
[4] Dahulu dikenal dengan sebutan SD Gudang uyah atau SD Kawedanan

(Suasana Kali Molek saat Lomba Dayung HUT Kab.Malang tahun 2017) 

Minggu, 18 Maret 2018

KUTARAJA TUMAPEL DITEMUKAN ?



Ada hal luar biasa dengan tempat ini, area kebun tebu seluas lebih kurang 15 Ha ini ternyata menyimpan banyak mesteri luar biasa yang apabila terkuak akan membuat para arkeolog maupun sejarawan tercengang, betapa tidak, karena dengan terkuaknya misteri di tempat ini dijamin akan menggegerkan dunia kesejarahan nasional terkait dengan Tumapel.
Adalah blok Beranan, sebuah areal kebun tebu di tepi Kali Brantas yang masuk wilayah adminstrasi Kelurahan Penarukan, Kepanjen.
Siapa sangka bila di bawah kebun tebu ini menjadi Palurukan (tujuan kedatangan) pada peradapan masa lalu. Peradapan kuno terpendam ini terindikasi oleh ditemukannya sembilan akses jalan yang kesemuanya mengarah ke tempat tersebut. Penasaran ? bersabarlah dalam waktu dekat bukunya akan segera terbit.
Penarukan, 18-03-18
Hery Wahyudi,SH,MM.

Sabtu, 10 Maret 2018

CANDI PERABUAN KEN AROK KAH INI ???

Sudah saatnya menguak sejarah Kelurahan Penarukan yang sebenarnya.

Naluri putra desa itu selalu ingin tahu sejarah panjang desanya, selalu ingin tahu desanya dulu seperti apa, bagaimana tata kehidupan social masyarakatnya, bagaimana perkembangan budayanya, dan lain sebagainya. Untuk mengungkap hal ini tidaklah mudah, diperlukan ketelatenan dan dedikasi yang tinggi, konsistensi yang kuat dan keikhlasan dalam bertindak. Dalam hal ini penulis menyadari bahwa dirinya bukan arkeolog atau sejarawan yang mempunyai legitimasi atau kemampuan untuk mengungkap sejarah. Keinginan penulis akan terungkapnya sejarah Desa Penarukan ini tentunya akan lebih cepat terwujut manakala ditangan ahlinya. Namun demikian bukan berarti penulis tinggal diam, sebagai putra desa yang cinta akan desanya penulis akan menyajikan data yang mungkin diperlukan dalam pengungkapan sejarah Desa Penarukan baik melalui artikel ini maupun karya tulis lainnya yang sudah tertuang dalam blog ini, maupun dalam buku yang sedang dalam proses.
Dalam menguak suatu sejarah selalu ada kemungkinan menguak sejarah yang skalanya jauh lebih luas, misalnya dari mengungkap sejarah desa bisa memberi jalan lapang mengungkap sejarah berskala kabupaten bahkan tingkat nasional. Kita sadari bahwa saat ini makin sulit dapat menemukan benda purbakala atau bekas jejak sejarah yang mungkin bisa dijadikan petunjuk untuk mengungkap misteri atau teka-teki sejarah. Kita tahu bahwa semakin hari kita semakin banyak kehilang jejak budaya yang bisa menjadi jalan lapang mengungkap sejarah, misalnya di Desa Penulis : 1. Sudah sekian lamanya warga Penarukan tak lagi mengenal Bersih Desa, 2. Pande besi yang menjadi icon atau ciri khas Desa Penarukan yang dulu banyak bertebaran di sepanjang jalan raya Penarukan kini telah punah. Nama-nama pemlik dan pimpinan Pande Besi yang pernah ada (di tahun 1970-an) antara lain : P.Kempul P.Sumo, P.Ba’i,P. Pi’I, P. Tayip, p.Wakit, P. Taheng, P.Jamburi, dan beberapa lainnya yang sudah tak diingat penulis sudah tidak ada penerusnya lagi. Pada hal justru dari pandean inilah nama Penarukan itu ada, karena “Penarukan” berasal dari kata “Panaruhan” yang artinya komplek Pandean.  
Kita patut berbangga bahwa sebagai bangsa Indonesia kita punya Nasap jelas, jati diri kita adalah keturunan bangsa berperadaban yang tinggi dan berbudi luhur, hidup dibumi yang subur,dan termasyhur.  Ada beberapa pepatah yang berhubungan dengan naluri kenasapan, yaitu : 1. Buah jatuh tak akan jauh dari pohonnya (kecuali pohon itu dibawa terbang oleh sang Codot ha ha). 2. Kacang ora ninggal lanjaran.  Bila pepatah ini kita tela’ah secara mendalam dan dikaitkan dengan nasap (keturunan), kiranya tak berlebihan bila setiap orang ingin mengetahui garis keturunannya, gerangan seperti apa leluhurnya dulu. Begitu juga dengan warga desa, mereka akan selalu ada rasa ingin tahu akan sejarah desanya, karena di desa itu dulu para leluhurnya pernah hidup dan secara turun temurun telah memberi warna karakteristik anak cucunya dalam tata kehidupan, adat istiadat, seni budaya maupun lain sebagainya.    
“JAS MERAH” Jangan Sekali-kali melupakan Sejarah (kata Bung Karno).
Penarukan adalah Desa tua (kuno) yang patut digali nilai-nilai ke-sejarah-an nya. Ke-kuno-an Desa Penarukan ini terindikasi dari adanya penemuan candi terpendam yang hingga kini belum di survey oleh para pihak yang berkompeten untuk diungkap tentang kesejarahannya. Disamping penemuan candi, masih ada penemuan penemuan lain yang mendukung ke-kuno-an Desa Penarukan. Misalnya Punden gua urung-urung yang penuh misteri (foto terlampir), ternyata tersebut dalam prasasti Turyyan yang berangka tahun 929 masehi, diharapkan akan mengungkap tabir yang menutupi jati diri Desa Penarukan. Modal lain yang patut diperhitungkan untuk mengungkap sejarah dan jatidiri Desa Penarukan adalah Foklor (cerita rakyat) yang cukup menggelitik keinginan untuk mengetahui kebenarannya.
Kekunoan Desa Penarukan bisa jadi akan membuka tabir asal-usul kota Kepanjen, karena dalam teori sejarah perkembangan suatu kawasan kuno itu selalu dimulai dari tepi sungai, karena sungai adalah sumber pemenuhan kebutuhan hidup. Dalam hal ini Desa Penarukan terletak di tepi Kali Brantas, dan sangat mungkin bila Penarukan adalah cikal bakal Kota Kepanjen, bahkan lebih dari itu.
Demikian kiranya artikel ini semoga dapat memberikan sumbangsih informasi data sejarah yang berguna bagi para peneliti yang berkompeten untuk mengungkap kepingan-kepingan sejarah Tumapel yang mungkin belum terungkap.
Foto Goa Urung-urung
Punden Desa Penarukan

Penarukan, 11 Maret 2018
Biodata
Putra Desa Penarukan
Hery Wahyudi, SH.MM.
Lahir di : Penarukan 5 Desember 1954
Alamat  : Jl. Mentaraman RT.02 RW 04 Kelurahan Penarukan –Kec.Kepanjen
Telpon : 081393873593
(Mantan Sekdes Penarukan 1979-1990)